Tragedi Simpang KKA, Kekejaman Militer Indonesia Hingga Berondol Peluru ke Keramaian

Foto: Pasukan militer menembaki para pengunjuk rasa di Dewantara, Aceh. 




TRAGEDI Simpang KKA pada 3 Mei 1999 hingga kini 3 Mei 2023, mengulas kembali kisah kelam yang berlangsung di Aceh yang disebut nama Tragedi Simpang KKA (Simpang Kraft) atau yang juga dikenal dengan nama Insiden Dewantara atau Tragedi Krueng Geukueh.

Insiden ini terus diperingati masyarakat setempat khusunya, dan Aceh pada umumnya, setiap tahunnya. Hingga saat ini belum ada pelaku yang ditangkap dan diadili atas peristiwa pelanggaran HAM berat ini. 

Kronologi terjadinya penembakan ke kerumanan yang dilakukan oleh berbagai satuan pasukan militer Indonesia yang menyimpan kisah kelam berawal hilangnya seorang anggota TNI dari Kesatuan Den Rudah 001/Pulo Rungkom pada tanggal 30 April 1999. 

Anggota tersebut diklaim menyusup ke acara peringatan 1 Muharam yang diadakan warga desa Cot Murong. Klaim ini diperkuat oleh kesaksian warga yang sedang mempersiapkan acara ceramah magrib tersebut. 


Pasukan militer Detasemen Rudal menanggapi hilangnya anggota tersebut dengan melancarkan operasi pencarian masif yang melibatkan berbagai satuan, termasuk brigadir mobil (Brimob). Saat melakukan penyisiran di desa, aparat melakukan penangkapan terhadap sekitar 20 orang lalu melakukan aksi kekerasan. 

Para korban mengaku dipukul, ditendang, dan diancam oleh aparat. Warga desa kemudian mengirim utusan ke komandan TNI setempat untuk bernegosiasi. Komandan TNI berjanji aksi ini tidak akan terulang lagi.

Tanggal 3 Mei 1999, satu truk tentara memasuki desa Cot Murong dan Lancang Barat, tetapi diusir oleh masyarakat setempat. Warga desa yang berunjuk rasa bergerak ke markas Korem 011 untuk menuntut janji yang diberikan komandan sehari sebelumnya. 

Pada siang hari, pengunjuk rasa berhenti di persimpangan Kertas Kraft Aceh, Krueng Geukueh, yang lokasinya dekat dengan markas Korem, kemudian mengirimkan lima orang untuk berdialog dengan komandan. 

Ketika dialog sedang berlangsung, jumlah tentara yang mengepung warga semakin banyak, dan warga pun melempar batu ke markas Korem 011 dan membakar dua sepeda motor. Setelah itu, dua truk tentara dari Arhanud yang dijaga Detasemen Rudal 001/Lilawangsa dan Yonif 113/Jaya Sakti datang dari belakang dan mulai menembaki kerumunan pengunjuk rasa.

Akibat peristiwa tersebut, tercatat sedikitnya 46 warga sipil tewas, 156 mengalami luka tembak, dan 10 orang hilang dalam peristiwa itu. Tujuh dari korban tewas adalah anak-anak. Sebuah monumen didirikan di tempat penembakan Simpang KKA, desa Cot Murong, Lhokseumawe.


Penulis: Ilham Pranata / Berbagai Sumber . 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama